MENCOBA UNTUK LEBIH BAIK

Rabu, 21 Januari 2009

TATO




Tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang konon artinya tanda. Walaupun bukti-bukti sejarah tato ini tidak begitu banyak, tetapi para ahli mengambil kesimpulan bahwa seni tato ini udah ada sejak 12.000 tahun SM. Jaman dahulu tato semacam ritual bagi suku-suku kuno seperti Maori, Inca, Ainu, Polynesians, dll. Menurut sejarah, bangsa Mesir-lah yang jadi biang perkembangan tato di dunia. Bangsa Mesir kan dikenal sebagai bangsa yang terkenal kuat, jadi karena ekspansi mereka terhadap bangsa-bangsa lain, seni tato ini juga ikut-ikutan menyebar luas, seperti ke daerah Yunani, Persia, dan Arab.

Apa alasan bagi suku-suku kuno di dunia membuat tato? Bangsa Yunani kuno memakai tato sebagai tanda pengenal para anggota dari badan intelijen mereka, alias mata-mata perang pada saat itu. Di sini tato menunjukan pangkat dari si mata-mata tersebut. berbeda dengan bangsa Romawi, mereka memakai tato sebagai tanda bahwa seseorang itu berasal dari golongan budak, dan Tato juga dirajahi ke setiap tubuh para tahanannya. Suku Maori di New Zealand membuat Tato berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan pantat. Menurut mereka, ini adalah tanda bagi keturunan yang baik. Di Kepulauan Solomon, Tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Hampir sama seperti di atas, orang-orang Suku Nuer di Sudan memakai Tato untuk menandai ritus inisiasi pada anak laki-laki. Orang-orang Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah
kecantikan atau menunjukkan status sosial tertentu.






Tato alias Wen Shen atau Rajah mulai merambahi negara Cina sekitar taon 2000 SM. Wen Shen konon artinya “akupunktur badan”. perlu diketahui, sama seperti bangsa Romawi, bangsa Cina kuno memakai tato untuk menandakan bahwa seseorang pernah dipenjara. Sementara di Tiongkok sendiri, budaya tato terdapat pada beberapa etnis minoritasnya, yang telah diwarisi oleh nenek moyang mereka, seperti etnis Drung, Dai, dan Li, namun hanya para wanita yang berasal dari etnis Li dan Drung yang memilik kebiasaan mentato wajahnya. Riwayat adat-istiadat Tato etnis Drung ini muncul sekitar akhir masa Kedinastian Kaisar Ming (sekitar 350 tahun yang lalu), ketika itu mereka diserang oleh sekelompok grup etnis lainnya dan pada saat itu mereka menangkapi beberapa wanita dari etnis Drung untuk dijadikan sebagai budak. Demi menghindari terjadinya perkosaan, para wanita tersebut kemudian mentato wajah mereka untuk membuat mereka kelihatan kurang menarik di mata sang penculik. Meskipun kini para wanita dari etnis minoritas Drung ini tidak lagi dalam keadaan terancam oleh penyerangan dari etnis minoritas lainnya, namun mereka masih terus mempertahankan adat-istiadat ini sebagai sebuah lambang kekuatan kedewasaan. Para anak gadis dari etnis minoritas Drung mentato wajahnya ketika mereka berusia antara 12 dan 13 tahun sebagai sebuah simbol pendewasaan diri. Ada beberapa penjelasan yang berbeda, mengapa para wanita tersebut mentato wajahnya. Sebagian orang mengatakan, bahwa warga etnis Drung menganggap wanita bertato terlihat lebih cantik dan para kaum Adam etnis Drung tidak akan menikahi seorang wanita yang tidak memiliki Tato di wajahnya. Di Indonesia Orang-orang Mentawai di kepulauan Mentawai, suku Dayak di Kalimantan, dan suku Sumba di NTB, sudah mengenal tato sejak jaman dulu. Bahkan bagi suku Dayak, seseorang yang berhasil “memenggal kepala” musuhnya, dia mendapat tato di tangannya. Begitu juga dengan suku Mentawai, tato-nya Tidak dibuat sembarangan. Sebelum pembuatan tato dilaksanakan, ada Panen Enegaf alias upacara inisiasi yang dilakukan di Puturkaf Uma (galeri rumah tradisional suku Mentawai). Upacara ini dipimpin oleh Sikerei (dukun). Setelah upacara ini selesai, barulah proses Tato-nya dilaksanakan.

AWALNYA, bahan untuk membuat Tato berasal dari arang tempurung yang dicampur dengan air tebu. Alat-alat yang digunakan masih sangat tradisional. Seperti tangkai kayu, jarum dan pemukul dari batang. Orang-orang pedalaman masih menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional. Orang-orang Eskimo misalnya, memakai jarum yang terbuat dari tulang binatang. Di kuil-kuil Shaolin menggunakan gentong tembaga yang dipanaskan untuk mencetak gambar tato naga pada kulit tubih. Murid-murid Shaolin yang dianggap memenuhi syarat untuk mendapatkan simbol itu, dengan menempelkan kedua lengan mereka pada semacam cetakan gambar naga yang ada di kedua sisi gentong tembaga panas itu. Jauh berbeda dengan sekarang. Saat ini, terutama di kalangan masyarakat perkotaan, pembuatan Tato dilakukan dengan mesin elektrik. Mesin ini ditemukan pada tahun 1891 di Inggris. Kemudian zat pewarnanya menggunakan tinta sintetis.


Tattoo and Piercing, Loving or Hurting Yourself?

Girls Myspace Comments
MyNiceSpace.com

FP, DWA – Itulah sepenggal pertanyaan yang selalu menjadi bahan diskusi yang paling krusial sejak dulu kala. Pro dan kontra para masyarakat pun kerap kali menjadi acuan untuk mengenal lebih jauh lagi bahkan ketidakingin-tahuan makna dan asal muasal tato dan piercing itu sendiri. Menanggapi masalah krusial ini, para mahasiswa/I dari fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha (FP UKM) menyelenggarakan seminar nasional sehari yang bertemakan Tattoo and Piercing, Loving or Hurting Yourself? (29/4).

Tema krusial ini diangkat dan dipilih dikarenakan pertanyaan-pertanyaan yang selalu membahana pikiran masyarakat mengenai tema ini sekaligus untuk menelaah lebih jauh keadaan psikologis seseorang yang bertato atau bertindik (piercing). Dengan menghadirkan para pembicara yang tak kalah seru, acara ini dihadiri oleh para mahasiswa/I dengan gaya yang berbeda. Mulai dari yang memiliki gaya ala reggae sampai gaya ‘cupu’ alias cupu punya seperti kata anak-anak jaman sekarang atau yang lebih dikenal gaya kuno. Hal ini membuktikan bahwa tema yang diangkat adalah tema yang mampu mempersatukan buah pikiran-pikiran kritis dan peranan para generasi muda dalam menanggapi hal seperti ini.

Menurut Ucha, ketua Indonesia Sub Culture (ISC), sering kali masyarakat menyalahartikan tato dan piercing itu tersebut. Kebanyakan masyarakat saat ini merasa bahwa tato dan piercing adalah hal yang pantas untuk ditentang dan dihindari serta para orang bertato dan bertindik atau yang bisa disebut kolektor inipun mendapatkan image negative. Masalah inilah yang sekarang sedang diperbaiki oleh para anggota ISC dengan mengadakan kampanye-kampanye di berbagai tempat, salah satu contohnya adalah dengan menghadiri seminar nasional ini. ISC yang telah berdiri sejak 2004 ini telah memiliki anggota berjumlah 40 orang yang terdiri dari para tattoo artists, piercing artists, dan kolektor. mereka sendiri berusaha untuk menjabarkan sejarah tato dan piercing yang ternyata adalah kebudayaan lama masyarakat dunia bahkan Indonesia sendiri kepada para masyarakat. Ketika ditanyai mengenai pengalaman dalam hubungan pribadi, dengan senyum penuh arti Ucha menuturkan bahwa mereka hanya berusaha untuk berlaku baik pada setiap orang yang berada di sekeliling pasangan atau keluarga mereka. Dan hal inipun cukup membuahkan hasil yang maksimal bagi mereka di mana mereka mulai diterima di kalangan masyarakat.

Sedang menurut Dr. Savitri Restu W, SPKK, adanya zat asing yang masuk ke dalam kulit adalah hal yang cukup berbahaya. Tetapi, masih banyak kalangan masyarakat yang tidak mengerti hal ini, Dr. Savitri juga menuturkan beberapa saran bagi orang yang berminat untuk melukis kulitnya, salah satunya adalah dengan memilih atau meminta bantuan pada tattoo artist professional agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kedua pihak. Sebagai contoh, banyak pasien yang datang padanya setelah ditato akibat dari proses penatoan yang tidak profesional. Beda halnya dengan sang psikolog terkenal Indonesia, Tika Bisono, Psik., ia menuturkan bahwa setiap individu yang memiliki tato ataupun piercing memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi, sehingga ini bisa memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka yang selama ini merasa dirinya kurang dari pada orang lain.

Ketika ditanyakan mengenai arti tato sendiri pada Melanie Subono, selebriti Indonesia ini mengatakan bahwa ia mencintainya karena tato itu indah jika dilihat dari sudut pandang seni dan desain. Untuk itulah dibutuhkan keahlian yang khusus jika ingin menjadi tattoo artist atau piercing artist. Karena jika salah, bukan hanya kerugian nilai estetika yang didapatkan tetapi juga kerugian jasmani yang bisa berakhir di meja operasi. Dan alangkah lebih baik lagi jika calon konsumen tato memikirkan secara matang sebelum memutuskan untuk merajah kulitnya. (R)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar